Kamis, 14 Juli 2011
I'm not Religious but the Godless #1
I think religion is the term, this term is possible because humans need order in their lives. In some research I did this religion aims to make life more orderly. But what if religion is now no longer in control of humans who follow this tradition for religion?
Waos Sedoyo,Baca Selengkapnya,Read More...Rabu, 18 Mei 2011
Turun Hujan
matahari
sebentar lagi hujan
hujan dalam keringnya dunia
yang akan memberi sabda akan roh dunia
Minggu, 15 Mei 2011
Karnaval Paku Tidar
Ini adalah beberapa foto dari Karnaval Paku Tidar.
Sabtu, 14 Mei 2011
Belum Bisa MenerimaPupus Baru
Mendung Ini
Senin, 09 Mei 2011
Menunggu Senja
Minggu, 08 Mei 2011
Pupus Baru
Pupus barumu telah mulai nampak, namun kau belum begitu yakin akan pupusmu itu, apakah akan menjadi pupus yang bisa sama dengan daun yang kemarin telah hilang. Setiap pupus yang tumbuh itu pasti akan menjadi daun yang tak sama persis dengan pupus yang sebelumnya telah tumbuh, menjadi daun dan layu, kering dan jatuh meninggalkan batangmu.
Jika kau sudah tak merasa yakin pupus itu mampu menjadi daun yang lebih indah maka layukanlah pupus barumu, ganti pupus itu dengan pupus yang baru lagi. Janganlah kau memelihara pupus itu namun dengan penuh prasangka kekecewaan. Karena tumbuhnya pupus itu merupakan sebuah proses alami, proses yang akan menentukan menjadi baik atau mengecewakan. Namun apa kau mau mengikuti proses itu, atau kau benar-benar akan membuat layu pupusmu itu, atau kau tak memperdulikannya dan dia akan layu dengan sendirinya?
Sigaring Nyawa
Sabtu, 07 Mei 2011
Beda
Perasaan anjing #2
Kamis, 05 Mei 2011
Rabu, 04 Mei 2011
Kekuatan Pohon
Tak Ada Kepedulian
Komersialisasi kampus merupakan sebuah bentuk yang menurut saya adalah hal yang akan merusak pendidikan. Hal ini juga tak lepas dari apa yang kita kenal sebagai kapitalisme, saya menyebutnya sebagai sebuah serangan kapitalisme kedalam pendidikan. bagaimana ini tidak terjadi apabila pihak yang seharusnya secara penuh memberikan pendidikan yang mencerdaskan, memilih untuk lebih berpikir bagaimana cara menambah devisa kampus. Dalam salah satu kasus yang terjadi di UGM terkait hal ini adalah Kartu Identitas Kendaraan ( KIK ). Para petinggi kampus, atau jajaran rektorat beralasan bahwa KIK ini bertujuan untuk mengurangi banyaknya kendaraan yang keluar masuk UGM. Alasan yang mereka lontarkan adalah untuk ikut berpartisispasi mengurangi global warming dan faktor keamanan dilingkungan kampus UGM, namun apakah cukup dengan cara seperti itu? Penarikan uang Rp. 1000 yang merupakan bagian dari kebijakan KIK adalah sebuah pembodohan menurut saya. Jika memang itu benar untuk pembiayaan cetak karcis dan yang lainnya, kenapa dari pihak kampus tak pernah ada transparasi dana terkait penarikan uang itu. Selain itu kebijakan ini pun belum dirasa efektif dengan alasan global warming dan keamanan oleh beberapa mahasiswa yang kritis dengan kebijakan KIK.
Mahasiswa yang seharusnya memiliki hak untuk melawan ini pun jarang ikut aksi menolak kebijakan KIK yang dirasa merugikan mahasiswa dan masyarakat sekitar UGM. Dari sekitar 9000 mahasiswa per angkatan, hanya sekelumit saja yang peduli akan kebijakan yang merugikan mereka. Berangkat dari hal ini pula, saya menjadi tidak yakin mahasiswa atau dosen yang ada di UGM kritis terhadap masalah yang ada di sekitar mereka. Memang beberapa sadar, namun apakah kesadarn itu akan berfungsi jika berlaku pada sekelumit orang saja dari ribuan orang? Kesadaran dan kepedulian sangat penting dalam hal ini, sayangnya orang yang bisa sadar dan peduli hanya sedikit saja, hanyalah orang-orang benar-benar memiliki pikiran kritis. Berarti orang kritis saat ini sangat kurang dalam ranah akademis. Akademisi yang ada hanyalah akademisi yang hanya mengamini sistem yang ada, tidak mengkritisi sistem itu apakah jalannya benar dan effektif, dan bukan untuk mengajukan sebuah alternatif sistem yang baru untuk kebaikan dimasa mendatang, namun mereka hanya mengiyakan apa yang sudah ada, yang penting adalah tetap mendapatkan uang dan penghidupan yang layak.
Sungguh sangat sayang jika keintelektualan seseorang hanya akan menjadi keintelektualan yang mata duitan, bukan intelektual untuk bisa mengabdi ke masyarakat dan membuat masa depan menjadi lebih baik lagi. Mereka hanya bercita-cita hidup layak yang tak pernah peduli dengan kesusahan orang lain dan berpikir bagaimana cara untuk mengentaskan kesusahan yang dihadapi orang lain. Apakah hal semacam ini yang akan dicetak oleh perguruan-perguruan tinggi yang berisikan para intelektual dan diharapkan bisa membawa bangsa ini ke dalam masa yang lebih baik dari sekarang?
Bersambung...
Waos Sedoyo,Baca Selengkapnya,Read More...
Minggu, 01 Mei 2011
Perasaan Anjing
Refleksi Pohon
Jumat, 29 April 2011
teruntuk semua semesta dalam jiwaku.
Rabu, 27 April 2011
teruntuk kepedihan dibatas senja
Selasa, 19 April 2011
teruntuk pena dibatas kata.
aku melihat semesta yang menjelma menjadi dirimu, semesta yang saelalu melekat pada diriku, apakah juga akan menjadi jiwa ku, karena semesta juga telah memilihmu?
Jumat, 15 April 2011
aku tak ubahnya anjing yang tak mempunyai tuan, berjalan memutar tak tentu arah, mencari dan menunggu siapa yang akan memberiku makan. Menggonggong pilu mencari perlindungan.
Rabu, 02 Maret 2011
Munculnya Gerakan Islam Radikal-Fundamental 1990-an
Gerakan islam ini mengalami perubahan yang cukup signifikan pada tahun 90-an. Ditahun 80-an gerakan radikal-fundamental ini bertindak lebih hati-hati dan bergerak dengan menyusupkan aktivis mereka ke beberapa lembaga pendidikan untuk melakukan dakwah terkait ideologi mereka. Pada saat itu hampir semua kelompok studi Islam mahasiswa telah dimasuki oleh aktivis mereka. Tidak terlewat juga lembaga pendidikan taman kanak-kanak juga dipegang oleh mereka. Walupun saat itu juga sudah muncul gerakan radikal-fundamental yang terang-terangan juga, sebagai contoh adalah peristiwa Talangsari Lampung ( 1982 ), Haur Koneng ( 1985 ), Tanjung Priok ( 1984 ). Namun gerakan ini jauh berbeda dengan gerakan yang muncul pada tahun 90-an, walau berakar pada gerakan sebelumnya.
Pada 90-an gerakan ini mengalami perubahan mendasar dalam hal format dan strategi. Gerakan ini tak hanya terang-terangan, namun juga sudah menggunakan asas Islam sebagai dasar organisasi. Gerakan merka juga mulai konkret, seperti latihan militer dan juga kekerasan juga tekanan terhadap masyarakat. Gerakan ini semakin leluasa ketika tumbangnya rezim Soeharto tahun 1998. Peran aparat negara pada saat itu hingga sat ini sangat lemah, sehingga mereka seolah peran aparat negara diambil alih oleh gerakan ini. Mulai dari masalah perjudian, minuman keras, konflik antar masyarakat. Gerakan ini menjadi contoh gerakan Islam radikal-fundamental saat ini.
Silakan dikritisi.
Selasa, 22 Februari 2011
Apa Salah Kami?
Aku juga memiliki hubungan dengan PKI, saat itu aku juga bergabung dengan gerwani. Gerwani ( gerakan wanita indonesia ) merupakan sebuah organisasi perempuan yang didirian pada tahun 1954. Organisasi ini memperjuangkan hak-hak kaum perempuan dan juga mendirikan taman kanak-kanak, kursus kebidanan dan juga baca-tulis. Gerwani tidak sepenuhnya memiliki afiliasi dengan PKI namun dimaksudkan sebagai lembaga perempuan partai. Setelah terjadi kudeta organisasi ini pun menjadi sasaran kekejaman dengan dalih telah mengembangkan perzinaan dan memprovokasi perempuan untuk meninggalkan pekerjaan mereka dalam keluarga. Jadi semua anggota gerwani saat itu pun ditangkap dan masuk penjara, tak terkecuali aku.
Anakku yang paling besar kala itu duduk dibangku SMA, sehingga dia aku beri tugas menjaga adik-adiknya walau pada akhirnya mereka aku titipkan di tempat saudaraku sementara saya harus menikmati hidup di balik jeruji besi. Aku tak pernah diizinkan keluar dari sel. Aku dan teman-teman sesama gerwani tidur di sebelah kamar mandi yang bocor. Kondisi sel kami sangat memprihatinkan, makanan yang kami terima pun tidak layak, kadang sayurannya masih kotor jika itu sayur kangkung maka masih ada batang serta serabut akarnya. Karena saya masih dalam proses penyembuhan sakit yang ku derita sebelumnya maka kondisiku pun semakin memburuk kala itu.
Sel yang aku tempati bersebelahan dengan sel para tapol itu. Sering kali saya melihat bahwa mereka dipukuli, disetrum, atau diintimidasi ketika mereka diinterogasi. Saya tak tega melihat para tapol itu yang disuruh keluar dari sel mereka, lalu ditendangi atau dicambuki dengan ikat pinggang tentara, walaupun saya juga sama susahnya tapi saya merasa mereka lebih sengsara. Terakhir kali juga aku melihat temanku yang berstatus tapol tersenyum kepadaku, aku tak tahu sekarang nasibnya seperti apa, yang aku tahu dia dipindahkan ke tempat lain.
Aku selalu bertanya dan mungkin tak akan berhenti bertanya, apa salah yang kami perbuat, sehingga kami harus menanggung beban dosa ini selama hidup kami. Kami tak pernah terlibat dalam perlakuan kejam apapun, hanya beberapa orang saja yang terlibat dalam beberapa peristiwa “itu”, kenapa kami semua harus menanggung akibatnya?
Selasa, 15 Februari 2011
PKI Juga Punya Agama
Semakin lama diskusi itu menjadi semakin serius namun tetap mengasyikan, entah suasana itu dibentuk oleh si pembicara atau dari peserta sendiri yang membentuk suasana serius tapi mengasyikan. Tibalah sesi tanya jawab, waktu itu moderator mengajukan untuk memberikan kesempatan untuk tiga penanya, penanya pertama lebih banyak mengomentari isi dari diskusi tersebut, sedang penanya kedua mungkin memliki pertanyaan yang tidak pantas atau mungkin pertanyaan yang sangat bodoh untuk level mahasiswa sejarah.
Jumat, 11 Februari 2011
Sekelumit Kisah Orang Eksil
Tahun 1965 Indonesia sedang mengalami prahara politik yang merenggut ribuan nyawa manusia. PKI dijadikan kambing hitam dan dicap melakukan sebuah kudeta. Orang-orang yang dianggap berafiliasi dengan PKI dan dianggap Soekarnois memiliki nasib tak menentu.
Sore itu dipinggir pantai di Colombo ( Sri Lanka saat ini ) nampak dua orang sedang bebicara dengan serius. Mereka berdua bukan merupakan orang asli Sri Lanka ataupun India walaupun salah satu dari mereka memiliki warna kulit yang hampir sama dengan penduduk sekitar. Mereka adalah M. Ali Chanafiah, duta besar Indonesia untuk Sri Lanka dan Karobin, duta besar Uni Soviet untuk Sri Lanka.
Ali Chanafiah merupakan orang yang berafiliasi terhadap PKI, mungkin jika dia pulang ke Indonesia penjara dan penyiksaan telah menantinya. Karena tak ingin mengambil resiko, akhirnya dia mencari suaka ke pemerintah Soviet. Di Colombo di mulai menimbang-nimbang senjakala hidupnya sebagai warga negara Indonesia yang terhormat dan memulai perjalanan hidupnya yang tak ia ketahui berakhir seperti apa.
Ali Chanafiah adalah satu dari ribuan orang eksil, yaitu orang yang ada dalam pembuangan atau pengasingan. Kebanyakan dari orang eksil itu merupakan intelektual yang dikirim keluar negri untuk kepentingan belajar ataupun diplomasi. Sebagai sebuah negara yang baru merdeka, Indonesia perlu mengejar ketertinggalannya. Indonesia memerlukan banyak intelektual untuk menyetarakan kekuatan ekonomi-politik-budaya dengan negara-negara berdaulat lainnya.
Namun siapa tahu arah sejarah di masa depan? Sebuah kudeta yang mengkambing-hitamkan PKI terjadi di akhir September 1965. Peta politik pun berubah. Soeharto naik kekuasaan. PKI dan semua yang berhubungan dengannya diberangus. Termasuk orang-orang yang tugas kenegaraan, belajar dan bekerja di luar negri yang dianggap berafiliasi dengan PKI atau dekat dengan ideologi soekarno. Harapan bisa berguna bagi bangsa pun pupus, keahlian yang mereka miliki pun harus dibuang jauh dari ingatan bangsa ini.
Karena mereka tak bisa berhubungan langsung mereka seakan berada dalam ruang sempit. Mereka tidak berada pada penjara riil yang mengurung mereka, namun mereka tidak bisa berhubungan dengan negara mereka sendiri. Sekalipun hidup di dunia dan negeri yang baru itu, jiwa mereka tetap berada di dunia dan negeri yang lama, yaitu Indonesia. Hal ini menciptakan suatu efek psikologis berupa tercerabut dari tanah asal dan tak pernah tertanam di tanah baru. Secara fisik mungkin mereka nampak sehat, namun secara batin mereka pasti mengalami sebuah siksaan yang lebih berat dari penjara itu sendiri.
Orang yang memiliki kecerdasaan itu terpaksa harus menerima pekerjaan apapun untuk bisa bertahan hidup. Menjadi opas kantor, membuka restoran, bekerja di pabrik sebagai buruh, dan kalau lebih beruntung mengajar di Universitas. Mereka mungkin tak bisa lagi menerapkan ilmu yang mereka miliki sebagaimana mestinya. Selain harus menerima pekerjaan apa adanya, mereka juga harus siap berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya. Ketika mereka tak bisa mendapatkan suaka politik di sebuah negeri atau suaka politiknya dicabut, mereka harus mencari dan terus berjalan sampai ada yang menerima mereka.
Sebagai generasi muda, kita layak mempertanyakan kenapa bagian dari sejarah kebangsaan kita ini dihilangkan? Pada generasi yang lebih tua kami mempertanyakan persoalan ini. Mereka layak memberikan jawaban memadai kenapa hanya sedikit di antara kami yang mengerti sejarah yang telah dilenyapkan oleh rezim Orde Baru tersebut? Ataukah generasi yang lebih tua itu telah mengabaikan pesan Soekarno dalam pidatonya di akhir dekade 60-an: Jangan sekali-kali melupakan sejarah?!
Minggu, 30 Januari 2011
Si Kancil dan Kelicikan Birokrasi
Pada masa-masa seperti penjajahan ataupun orde baru, jika kita mengkritik pemerintahan saat itu memang penjara atau penculikan sudah siap menampung kita. Bahkan tulisan yang merupakn cerita pendek ataupun novel yang didalamnya berisi kritik yang berbahaya pun tak boleh beredar dimasyarakat. Mungkin si Si Kancil ini sarana yang bisa saja menjadi sebuah kritik terhadap kelikikan birokrasi yang ada. Karena jika kita tidak benar-benar memperhatikan dan kritis terhadap cerita ini kita bisa saja berpendapat bahwa itu hanyalah fabel untuk anak-anak kecil saja. Menurut kacamata saya cerita ini lebih dari itu semua.