Rabu, 04 Mei 2011

Tak Ada Kepedulian

Tulisan ini merupakan sebuah refleksi atas aksi yang dilakukan oleh kawan-kawan yang tergabung dalam komite masyarakat progresif anti komersialisasi pendidikan ( KAMPAK ) yang bertujuan untuk melawan segala bentuk komersialisasi pedidikan.
Pada hari Pendidikan Nasional tahun ini, tepatnya tanggal 2 mei 2011 teman-teman mahasiswa yang peduli akan kebijakan yang dirasa menindas mahasiswa mengadakan sebuah aksi yang dimulai dari bunderan UGM. Aksi tersebut bertujuan melawan kebijakan kampus yang dirasa tidak lagi berpihak sepenuhnya pada pendidikan. Aksi ini juga merupakan kelanjutan dari protes atas dilakukannya kebijakan Kartu Identitas Kendaraan ( KIK ).
Komersialisasi kampus merupakan sebuah bentuk yang menurut saya adalah hal yang akan merusak pendidikan. Hal ini juga tak lepas dari apa yang kita kenal sebagai kapitalisme, saya menyebutnya sebagai sebuah serangan kapitalisme kedalam pendidikan. bagaimana ini tidak terjadi apabila pihak yang seharusnya secara penuh memberikan pendidikan yang mencerdaskan, memilih untuk lebih berpikir bagaimana cara menambah devisa kampus. Dalam salah satu kasus yang terjadi di UGM terkait hal ini adalah Kartu Identitas Kendaraan ( KIK ). Para petinggi kampus, atau jajaran rektorat beralasan bahwa KIK ini bertujuan untuk mengurangi banyaknya kendaraan yang keluar masuk UGM. Alasan yang mereka lontarkan adalah untuk ikut berpartisispasi mengurangi global warming dan faktor keamanan dilingkungan kampus UGM, namun apakah cukup dengan cara seperti itu? Penarikan uang Rp. 1000 yang merupakan bagian dari kebijakan KIK adalah sebuah pembodohan menurut saya. Jika memang itu benar untuk pembiayaan cetak karcis dan yang lainnya, kenapa dari pihak kampus tak pernah ada transparasi dana terkait penarikan uang itu. Selain itu kebijakan ini pun belum dirasa efektif dengan alasan global warming dan keamanan oleh beberapa mahasiswa yang kritis dengan kebijakan KIK.
Mahasiswa yang seharusnya memiliki hak untuk melawan ini pun jarang ikut aksi menolak kebijakan KIK yang dirasa merugikan mahasiswa dan masyarakat sekitar UGM. Dari sekitar 9000 mahasiswa per angkatan, hanya sekelumit saja yang peduli akan kebijakan yang merugikan mereka. Berangkat dari hal ini pula, saya menjadi tidak yakin mahasiswa atau dosen yang ada di UGM kritis terhadap masalah yang ada di sekitar mereka. Memang beberapa sadar, namun apakah kesadarn itu akan berfungsi jika berlaku pada sekelumit orang saja dari ribuan orang? Kesadaran dan kepedulian sangat penting dalam hal ini, sayangnya orang yang bisa sadar dan peduli hanya sedikit saja, hanyalah orang-orang benar-benar memiliki pikiran kritis. Berarti orang kritis saat ini sangat kurang dalam ranah akademis. Akademisi yang ada hanyalah akademisi yang hanya mengamini sistem yang ada, tidak mengkritisi sistem itu apakah jalannya benar dan effektif, dan bukan untuk mengajukan sebuah alternatif sistem yang baru untuk kebaikan dimasa mendatang, namun mereka hanya mengiyakan apa yang sudah ada, yang penting adalah tetap mendapatkan uang dan penghidupan yang layak.
Sungguh sangat sayang jika keintelektualan seseorang hanya akan menjadi keintelektualan yang mata duitan, bukan intelektual untuk bisa mengabdi ke masyarakat dan membuat masa depan menjadi lebih baik lagi. Mereka hanya bercita-cita hidup layak yang tak pernah peduli dengan kesusahan orang lain dan berpikir bagaimana cara untuk mengentaskan kesusahan yang dihadapi orang lain. Apakah hal semacam ini yang akan dicetak oleh perguruan-perguruan tinggi yang berisikan para intelektual dan diharapkan bisa membawa bangsa ini ke dalam masa yang lebih baik dari sekarang?

Bersambung...

2 komentar:

dimpil 4 Mei 2011 pukul 09.05  

setiap mahasiswa memiliki sikap kritis berbeda-beda, ada yang frontal yang dilakukan teman-teman kemarin, namun ada yang melakukan dengan media lain, seperti melalui seni.

*kita adalah robot yang dijalankan melalui rantai-rantai feodalis

Dimas D Saputro 4 Mei 2011 pukul 16.12  

tunggu tulisannya sampai selese ya bung,ini tulisan saya pecah-pecah karena terlalu panjang jika jadi satu.

  ©Blogger Theme by dims dhif merapi 2011

Back to TOP