Selasa, 22 Februari 2011

Apa Salah Kami?

Kami memang bebas dari pembunuhan masal yang terjadi tahun 1965-1966, tapi kami tidak akan “dibebaskan” untuk benar-benar mendapatkan kebebesan kami.
Suamiku telah berangkat ke Tiongkok pada pertengahan September 1965 bersama kelompoknya. Aku tak tahu apa-apa saat itu, kenapa suamiku harus meninggalkan keluarga kami saat itu. Aku baru mengetahuinya setelah jam malam diberlakukan pada tanggal 1 oktober 1965. Sehari sebelum diberlakukannya jam malam itu telah terjadi kudeta yang mengkambing-hitamkan PKI, suami saya memang berafiliasi penuh dengan PKI, saya bisa memaklumi ketika dia harus meninggalkan kami.

Aku juga memiliki hubungan dengan PKI, saat itu aku juga bergabung dengan gerwani. Gerwani ( gerakan wanita indonesia ) merupakan sebuah organisasi perempuan yang didirian pada tahun 1954. Organisasi ini memperjuangkan hak-hak kaum perempuan dan juga mendirikan taman kanak-kanak, kursus kebidanan dan juga baca-tulis. Gerwani tidak sepenuhnya memiliki afiliasi dengan PKI namun dimaksudkan sebagai lembaga perempuan partai. Setelah terjadi kudeta organisasi ini pun menjadi sasaran kekejaman dengan dalih telah mengembangkan perzinaan dan memprovokasi perempuan untuk meninggalkan pekerjaan mereka dalam keluarga. Jadi semua anggota gerwani saat itu pun ditangkap dan masuk penjara, tak terkecuali aku.
Anakku yang paling besar kala itu duduk dibangku SMA, sehingga dia aku beri tugas menjaga adik-adiknya walau pada akhirnya mereka aku titipkan di tempat saudaraku sementara saya harus menikmati hidup di balik jeruji besi. Aku tak pernah diizinkan keluar dari sel. Aku dan teman-teman sesama gerwani tidur di sebelah kamar mandi yang bocor. Kondisi sel kami sangat memprihatinkan, makanan yang kami terima pun tidak layak, kadang sayurannya masih kotor jika itu sayur kangkung maka masih ada batang serta serabut akarnya. Karena saya masih dalam proses penyembuhan sakit yang ku derita sebelumnya maka kondisiku pun semakin memburuk kala itu.
Sel yang aku tempati bersebelahan dengan sel para tapol itu. Sering kali saya melihat bahwa mereka dipukuli, disetrum, atau diintimidasi ketika mereka diinterogasi. Saya tak tega melihat para tapol itu yang disuruh keluar dari sel mereka, lalu ditendangi atau dicambuki dengan ikat pinggang tentara, walaupun saya juga sama susahnya tapi saya merasa mereka lebih sengsara. Terakhir kali juga aku melihat temanku yang berstatus tapol tersenyum kepadaku, aku tak tahu sekarang nasibnya seperti apa, yang aku tahu dia dipindahkan ke tempat lain.
Aku selalu bertanya dan mungkin tak akan berhenti bertanya, apa salah yang kami perbuat, sehingga kami harus menanggung beban dosa ini selama hidup kami. Kami tak pernah terlibat dalam perlakuan kejam apapun, hanya beberapa orang saja yang terlibat dalam beberapa peristiwa “itu”, kenapa kami semua harus menanggung akibatnya?

0 komentar:

  ©Blogger Theme by dims dhif merapi 2011

Back to TOP